Selasa, 22 Mei 2012

Hubungan antara Sebuah Senyuman dan Jambret

     Jadi, sore tadi salah satu dosen mata kuliah belanja saya Masmimar Mangiang biasa dipanggil Bang Mimar mengajak saya dan beberapa teman minum kopi di kantin kampus. Sayang, kopi di tempat biasanya ternyata sedang habis, jadilah Bang Mimar dan dua teman saya memesan es campur dan saya memilih bakso. Tak lama salah satu rekan dosen jurnal Bang Zul yang sering bercanda dengan Bang Mimar datang setelah dipanggil oleh Bang Mimar. Tak lama makanan dan minuman datang dan kami saling bercengkerama. Berbicara banyak hal, mulai dari politik, pengalaman Bang Mimar dan Bang Zul ketika masih kuliah, Pengalaman Bang Mimar yang bertemu paman jauhnya ketika berkuliah di Jerman hingga berbicara tentang suku dan asal daerah. Kedua dosen itu berasal dari tanah Minangkabau, Padang. Sementara saya berasal dari Pematangsiantar tanah batak. Mulailah saling ceng-cengan suku..biasalah orang Batak dikenal sebagai jambret di Jakarta. 
     Dari diskusi disitu saya jadi tahu bahwa ternyata menjambret itu sebenarnya bagian dari upaya mencari eksistensi dari sebuah suku yang baru datang ke Jakarta. Upaya mencari hidup yang lebih baik, nantinya setelah berduit (entah dari manapun), tingkah tak beradab itu (menjambret) akan ditinggalkan dengan sendirinya. Orang Minang awal awal juga dulu menjambret saat pertama tiba di Jakarta, nah tahun 90-an mungkin era orang Batak, dan sekarang mulai berpindah ke ranah orang dari Palembang. Begitulah kira-kira, tapi yang membuat saya terenyuh sebenarnya adalah ketika Bang Zul tiba-tiba berkata tentang saya (si orang Batak yang dikenal di Jakarta sebagai suku yang identik dengan jambret) "Ah kalau masih bisa tersenyum kayak dia, nggak mungkin jadi jambret". 
     Wah, saya terkesima. Saya tertegun karena kata-kata yang disampaikan itu. Coba anda pikir saja. "Kalau masih bisa tersenyum, nggak mungkin jadi jambret". Ah...hidup, saya jadi teringat salah satu lagi lagu yang sempat dipopulerkan oleh Michael Jackson berjudul SMILE yang diciptakan oleh komedian terbaik sepanjang masa Charlie Chaplin. Dalam liriknya tercantum salah satu kalimat yang manis, begini bunyinya "you'll find that life is still worthwhile if you just smile"

#nowplaying SMILE (Charlie Chaplin) - Michael Jackson -cover by Glee

 

Selasa, 15 Mei 2012

Jadi Juri Jadi Hakim

I won't judge the people by the rumors around them. I won't judge the people before I experience something with  them. 
And actually what's the point of judging people, I'm not God nor judge.

     Yes. ini adalah salah satu hal yang tiba-tiba gue pikirkan, sering kali mindset kita seseorang terbentuk dari rumor atau desas-desus yang kita dengar tentang orang itu. And mine did it too. Dan ketika mindset kita sudah terbentuk jelas hal itu akan mempengaruhi bagaimana cara kita bersikap ke orang tersebut. Entahlah, tapi kok rasanya agak nggak etis ya menilai dan ikut-ikutan menyebarkan penilaian yang nggak jelas tentang seseorang hanya dari desas-desusnya saja, ya meskipun mungkin aja itu benar. But don't do that before you ever experience something them! Noted!
     Dan saya rasanya sedang betul-betul ingin membuat janji. Bahwa saya tidak akan pernah lagi menilai orang hanya dari desas-desus yang pernah saya dengar tentangnya. Saya harus pernah bekerja bersamananya, atau minimal mengenalnya baru saya punya hak untuk memberi opini saya tentang dia (itupun kalau diperlukan saja), jadi kalau nggak pernah kerja bareng atau memang nggak kenal-kenal amat mending diam aja. Lagian buat apa juga ngomongin orang.
     Saya bikin janji ini karena akhir-akhir ini  atau bahkan sering sekalai saya bersikap seperti itu. Ah semoga saja saya bisa menguranginya. Tuhan, bantu ya. :)

#nowplaying Sting - Englishman in New York

Minggu, 13 Mei 2012

May The Force be With You!

May the force be with you. Star Wars said that and it became one of the most popular quote ever when the Fiftt mont a.k.a MAY come. In this May 2012, I feel some sweet moments. I really want to write it but, I must keep my self calm to wait this monts ends, so I can conclude is this really my sweetest May ever. I'm waiting, waiting and waiting. :)
Thing doesn't change until you do!

Dress for your Success

     Sebenarnya saya bukan orang yang terlalu suka memikirkan baju apa yang saya kenakan, terlebih kata Warren Buffet, sang pemilik retail WalMart yang adalah salah satu orang terkaya didunia "kenakan pakaian yang membuatmu nyaman, bukan karena merk-nya".  Tapi karena pernah pada satu kuliah saya ditegur oleh salah satu dosen saya yang memberi nasihat dari salah satu lagu band roxette : dress for your success. Dia (dosen saya itu) percaya bahwa gaya berpakaian seseorang akan menentukan keberhasilan seseorang. IMO he believes people judges you by your appearing. Dan akhirnya hal itu betul-betul mempengaruhi pemikiran saya yang awalnya tercuci bersih oleh prinsip Mr.Buffet, dan karena usia yang sudah semakin tua (baca 21) dan akan segera lulus kuliah, saya mulai memikirkan beberapa pakaian yang saya butuhkan. Saya butuh sesuatu yang bisa dipakai untuk acara formal pun semi-formal. And the answer for it is BATIK. Ya, setelah mengecek lemari pakaian saya, ternyata saya hanya punya satu kemeja batik. Baiklah, saatnya berburu batik kece nan oke, minimal saya punya satu lah. Dan perburuan pun dimulai. 
     Sepulang gereja sore, saya pun langsung meluncur ke salah satu (atau satu satunya) shopping mall terlengkap (akan produk ber-merk mentereng) di kota depok, Margo City. Saya pun menuju salah satu gerai Batik Keris yang ada disitu. Memilah dan memilih, saya sedang mencari model kemeja lengan pendek yang modelnya slim fit, berharap semoga kegantengan saya bertambah, bahan kainnnya dingin, dan tentu saja punya motif batik yang bagus. Harganya ya masih lumayan bekerjasama. Dan setelah pencarian yang cukup lama, saya menemukan salah satu batik yang lumayan saya suka, batik motif madura, ukuran S, karena kebetulan saya memang orang yang nggak tinggi-tinggi amat. Tapi, melihat model S yang ini, kenapa rasanya masih kebesaran ya? dan ternyata betul saja pas fitting kemeja pilihan saya itu masih kebesaran, too bad ukuran 2S yang mungkin pas dengan ukuran saya ternyata sedang kosong. Haduh, derita jadi orang pendek berbodi kecil.
     Saya pun melanjutkan pencarian batik saya ke salah satu pusat belanja pakaian Centro. Sebelum mencari kemeja batik tersebut, saya menyempatkan melihat beberapa model sepatu di situ. Setelah berkeliling, saya pun menemukan satu spot yang memajang batik, saya melihat salah satu model batik yang dipakaikan dimanekin. Kain, model, dan motifnya bagus dan sungguh menarik hati saya yang sedang galau tak punya kemeja batik. Saya mendekat dan menemukan merek dari batik yang dipajang tersebut yakni Batik Muda , saya menyusuri beberapa ukuran dan berharap ada yang pas dibadan saya, lagi lagi saya menemukan ukuran S dengan segala kriteria lengkap yang saya inginkan, masuk ruang fitting. Hati luar biasa senang, karena batik yang temukan di Centro ini membuat saya bertambah tampan hahaha (tapi bener). Saya pun bersiap membeli dan melihat harga, hmm..saya bingung tampilannya mengatakan IDR 1.500, saya sempat berpikir harganya Rp.150.000 tapi karena tak yakin dan takut salah, saya pun bertanya kepada SPG yang menjaga spot tersebut. Gulp, saya menelan ludah, ternyata harganya Rp. 1.500.000. Hati yang riang gembira dan impian bertambahnya aura tampan saya hilang seketika. Ah, padahal bagus sekali, atau mungkin pantesan bagus karena harganya mahal? entahlah, saya tak tahu.Haduh batik muda mengapa produkmu mahal sekali *elus elus dompet*.
     Harga yang mengagetkan itu (maklum saya bukan orang yang berduit banyak) akhirnya membuat saya menghentikan perburuan batik saya. Dan jadi berpikir apa ada batik yang lumayan murah dan memenuhi kriteria saya. Saya jadi berpikir tentang Jogja, ah jadi pengen kesana, siapa tahu ada batik murah dan lengkap kriterianya. Saya juga jadi berpikir, haduh ini kenapa produk bagus dalam negeri ini mahal sekali. Tapi mungkin memang benar istilah ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kualitas. Dan entahlah saya mulai percaya lagu roxette yang berkata dress for your success. ~
Semoga saja benar. :)

Kamis, 03 Mei 2012

Something Abnormal in My Normal Day

      Today my day starts perfectly normal. I have a presentation to do in first class, and it did well. Kelas kedua diisi dengan kegiatan saya seperti biasa kalau sudah tidak tertarik akan satu kelas, pengantar iklan. So I enjoy a travel blog called dua ransel , because lately my wanderlust is get more fierce. I even plan to have an short escape to Malang. Kelas ketiga juga berjalan normal, ngebahas tugas menulis. Ah..tapi ada beberapa hal yang membuat saya agak insecure dengan kehidupan mahasiswa saya.
      Jadi ceritanya saya masuk kelas terlalu cepat bersama tiga orang lainnya dari geng-komed. Ada Nicky, Uli, dan Ekky. Ini salah tiga dari orang-orang yang bisa bikin insecure. Nicky, one of the most dedication person, yang dengan skill-nya sering diajak ngerjain proyek dosen, yang jelas salary nya lumayan, meskipun kadang dia bosan juga, tapi sayang dia tidak bisa menghindari kredibilitasnya as a full of dedication person.  Uli juga sama, cukup sering dilibatin dalam proyek dosen. Salah satu yang kelebihannya adalah well-planned-nya dia dalam mengatur fase dan mimpinya. And most of those plans completed well done.
      Terakhir Ekky, salah satu personel geng komed yang dua semester terakhir sering banget sekelompok ngerjain tugas kuliah. He is a blogger too. Ini orang yang paling bikin insecure, karena tadi Uli tiba-tiba ngomong.. " Ciee..yang udah ngasilin 21 juta ditabungannya.".And it's refer to Ekky. Gulp! Saya yang lagi baca majalah Madina yang ngebahas tentang Perdamaian antara Islam dan Kristen langsung terdistract. Wuih.. ada teman saya yang udah bisa ngasilin duit 20juta lebih dalam masa kuliahnya. Saya berada dalam perasaan antara kagum dan sirik. Sirik? of course I'm a human. Gilak..keren banget, udah bisa nggak bergantung lagi sama orang tua. Tapi sebenarnya yang membuat saya iri itu ya nilai 20 jutanya itu, terlebih kalo saya pikir punya duit sebanyak itu, mau jalan-jalan bahkan dengan gaya backpacker pasti nggak perlu pusing. Ah..seandainya saya bisa kayak gitu, yang kemungkinan besarnya nggak, karena saya nggak geek akan satu hal. Nah yang menurut gue paling keren dari dia adalah ke-geek-an dia dalam hal bola dan khususnya tim chelsea yang bikin dia direkrut buat jadi penulis di salah satu web internasional punya Chelsea FC. So I learn today, the geek will take over the world. WoW!.
      Dan hal itu benar-benar bikin saya mikir, apa yang udah saya hasilin sampai semester enam kuliah? masih aja menggantungkan hidup dari orang tua, belum punya penghasilan apapun. And live my life in an inadequate situation. I never life it fully, but even when I've know it, this stupid mind will never change and stuck in that inadequate situation. Ah... entahlah, rasanya saya orang yang benar-benar sudah terjebak dalam zona nyaman, takut mulai menghidupi kenyataan. 
      Hal yang membuat kecewa saya hari ini adalah, karena saya nanya berapa jumlah uang hidup yang dikirimin Ibu saya untuk bulan ini, which is it's not a polite question. My mom replied "biasama anakku!" with that exclamation point. Ah, padahal maksud saya nanya itu memastikan kondisi rekening saya, karena kemarin rekening saya dipakai untuk dipakai transfer biaya untuk kegiatan Paskah UI. 
      Dan yang membuat hari ini makin insecure adalah, pas saya ngecek duit rekening yang ternyata toh aman-aman saja jumlahnya, laptop saya terantuk keras ke salah satu pilar dekat tempat ATM saya biasa mengambil duit.  Dan saya masih kepikiran sms saya ke Ibu tadi, apakah Ibu disana mulai merasa anaknya ini jadi anak pemalas yang kurang ajar dan kerjaannya hanya meminta duit Ibunya yang juga tak banyak sebenarnya. Ah life. 
      Pokoknya ke-insecure-an yang datang ditengah hari yang berjalan normal ini membuat saya ingin segera pulang ke kosan, membuka laptop dan menuliskan cerita hari ini. Mungkin sebagai pengingat sekaligus refleksi. Semoga.

#nowplaying Ordinary People - Jhon Legend

Rabu, 02 Mei 2012

Being Popular - The Anomaly

       So I just thought about being popular. But I actually base this opinion on my study in campus. One of the subject I learn there is cultural studies. There we studied about popular culture too. So popular culture can simply defined as something temporary, something that lived by most of pople or we can say it as mainstream, something that frequently repeated.
       So I think someone popular or trying to be popular is the one who are temporary popular, temporary consumed or followed by other, and temporary repeated, maybe because the trend push them to. I ask my self, what is so important to popular if all about popular is just temporary, but then I ask my self deeper, why deep in my heart I still wish to be a popular people. Oh..the anomaly of life.......or me?

Desember

    So today is the second day of May, Hari Pendidikan Nasional di Indonesia. But why I titled this post as Desember? Nothing special actually. And long time not see this blog because my internet subscribe packet got expired.
    Sebenarnya ini hanya sekedar tulisan (kalau tidak mau disebut cerpen), yang saya buat karena terinspirasi dari salah seorang teman yang pernah juga menulis tentang Desember. But I didn't write this story in December. Saya sendiri sempat lupa pernah nulis ini, cuma kemarin karena entah kenapa iseng bongkar isi laptop dan menemukan tulisan yang hilang ini, daripada disimpan mending dibagi. Jadi inilah tulisan saya, Silahkan dinikmati. :) 


DESEMBER
            Desember. Bulan yang melankolis. Ya, setidaknya begitulah untukku. Menurutku, Desember adalah bulan yang paling basah dari semua bulan lainnya di kalender. Basah dalam dua konotasi, yaitu basah dengan uang, karena biasanya orang akan banyak berbagi dibulan itu. Para pekerja juga mendapat upah tambahan untuk merayakan tutup tahun mereka. Serta basah dalam artian sebenarnya, yaitu hujan dingin yang berkepanjangan. Bahkan di beberapa sudut benua sana sangat dingin karena turunnnya salju. Ya, salju yang dingin, beku dan basah.
            Desember. Lagi lagi bulan yang melankolis, entah kenapa? Mungkin karena pada bulan itu, aku merayakan natal. Sehingga bulan itu selalu membuatku merindukan natal . Rindu yang sebenarnya muncul karena aku belum pernah merasakan natal yang kuinginkan. Duduk bersama menghadap perapian, ditemani syal tebal serta kue jahe yang hangat. Diluar salju putih  menumpuk dan memantulkan kilau indah lampu lampu warna warni yang menghinasi rumah setiap orang. Ya, pikiranku telah teracuni oleh natal Eropa. Sialnya, aku tinggal di wilayah tropis yang tentu saja tidak ada salju. Kalian tidak perlu heran mengapa pikiranku hanya sedangkal itu mengenai makna natal, perapian, salju dan kue jahe. Aku seperti tu karena aku telah lupa merasakan kehangatan, semenjak kepergian gadis itu. gadis yang kucintai sepenuh hati. Desember.
             Desember. Ya,  itu bulan kelahirannya, dan itulah dasar mengapa aku memberinya Desember sebagai panggilan sayangku padanya. Panggilan itu membuatku selalu merindukan natal.  Dimana kami berdua akan berangkat bersama ke gereja. Berangkat dengan payung bening miliknya yang selalu melindungi kami dari hujan bulan Desember. Berdoa bersama. Dan menikmati makan malam yang kami buat bersama. Kami, selalu mengundang tetangga dan kerabat untuk berbagi sukaria natal bersama para penghuni jalanan.
            Desember  lahir tepat ditanggal ketika Yesus dilahirkan. 25 Desember. Dia selalu yakin bahwa suatu saat nanti, dia akan menjadi seperti Yesus, sang Juru Selamat. Mungkin tidak bagi semua orang, seperti layaknya kisah Yesus, namun hal itu tetap diyakininya. Dia akan menjadi  juru selamat beberapa orang, atau minimal satu orang. Aku tertawa saat dia pertama kali mengatakan hal itu padaku. Tapi dia tidak marah, dia hanya berkata “ Lihat saja nanti, kau akan melihatku menjadi Juru Selamat. Mungkin penyelamatmu.” Dan aku terdiam saat dia mengatakan hal itu.
            Desember. Dia sahabat kecilku yang paling istimewa. Kerapuhannya tidak lalu membuat dia bersedih. Dia  malah menjadi salah satu orang paling ceria di Panti Asuhan kami. Ya, di Panti Asuhan Kasih. Tempat kami pertama kali bertemu saat berumur tiga tahun. Tempat kami bersama dibesarkan oleh ibu kepala panti. Tempat kami menumbuhkan keyakinan kami bahwa kami masih diterima oleh orang lain. Dan tempat yang mengajarkan kami kasih untuk  tidak membenci orang yang telah membuang kami ketempat itu. Ya, ke Panti Asuhan Kasih.
            Desember. Mataku hampir  tidak mengerjap saat pertama kali bertemu dengannya. Wajahnya teduh. Namun kecerian selalu ada diwajahnya. Dia memeluk alkitab saat itu. Buku yang selalu menguatkannya ketika dia beranjak dewasa. Buku yang menguatkannya dalam kerapuhannya. Wajah tersenyumnya saat itu tidak akan pernah kulupakan. Bahkan hingga kini. Mungkin benar ini yang disebut cinta pertama, dan pada pandangan pertama.
            Desember, tanggal 25, tahun 1984. Umur kita akhirnya sama ditahun itu. 14 tahun. Usia remaja yang jelas menumbuhkan cinta. Usia yang membuat aku berani mengucapkan cinta kepadamu, setelah menyadarinya sejak pertama kali kita bertemu. Usia yang membuatmu tersipu malu menyuapkan kue ulang tahunmu kepadaku. Dan usia yang membuatmu terpukul begitu ibu kepala panti memberi tahumu sesuatu. Tapi senyummu selalu ada saat itu. Karena kau tahu, bahwa untuk menjadi juru selamat tentu bukan hal mudah. Kau tetap harus tersenyum, ditengah sesuatu yang memukulmu. Aku bertanya ingin tahu, karena hal itu sempat senyummu hilang sedetik. Tapi kau hanya memberikanku senyumanmu. Dan mengajakku berdoa merayakan natal tahun itu. “Suatu saat nanti kau akan tahu.” Itu jawaban terakhirmu.
            Desember,  25, 1987. Natal terakhir kita berdua sebelum berumur 20. Karena selanjutnya, kita sudah berpisah sementara. Melanjutkan pendidikan di kota berbeda. Kau mendapat beasiswa kependidikan di Amsterdam. Sementara aku, menempuh kuliah arsitek di Bandung. Kota yang dingin. Dan jauh dari tempatmu.Ya, lama kita sibuk dengan kehidupan masing masing. Dan aku menjalani natal yang kosong selama beberapa tahun.
            Desember, 1994. Aku telah berada di Amsterdam. Kota yang selalu menjadi tujuanku setelah natal terakhir kita. Aku diberitahu ibu panti bahwa kau masih berada di kota itu, dan masih di alamat yang sama seperti yang diberi ibu panti padaku. Hawa musim dingin sudah mulai menusuk. Salju sudah tampak turun. Aku belum mencarimu, aku harus melapor dulu ke kantor cabang kantorku. Sampai di hotel, aku menghubungi nomor telepon tempat tinggalmu. Tidak ada jawaban. Aku memutuskan menikmati kopi panas di kafe yang berada didepan hotel. Dan disitu, aku melihatmu. Kebetulan yang luar biasa. Lagi lagi kau sedang membaca alkitab. Buku yang selalu menguatkanmu. Dan aku kembali melihat senyummu. Senyum yang telah berubah. Dari senyum manis kepolosan anak anak menjadi senyum teduh gadis dewasa. Gadis, yang aku yakin telah menjadi juru selamat. Ya, bagi anak taman kanak kanak di Belanda.
            Desember, 25, 1994. Kita kembali merayakan natal. Merayakan kembali ulang tahunmu. Kita merayakannya bersama kerabat  dan tetangga untuk pertama kali bersama sama. Merayakannya bersama para penyanyi jalanan yang kedinginan diluar sana. Dan disitu, aku melamarmu. Kau tersenyum. Namun senyum yang mengartikan sesuatu meskipun kau menerima lamaranku. Senyum yang mengisyaratkan mungkin sudah waktunya aku tahu. Tahu akan sesuatu yang memukulmu sepuluh tahun lalu. Sesuatu yang diberitahukan ibu Panti padamu.
            Desember. Masih di tahun 1994. Kita berdoa bersama. Kau menangis saat itu. Mungkin kau malu karena tidak berhasil menjadi juru selamat. Seperti yang sudah kutebak sebelumnya. Kau rapuh Desember. Beku dan sepi. Tapi, bagiku kau tetap juru selamat. Kau membuatku kembali mendapati natalku yang telah hilang beberapa tahun lalu. Kau menyelamatkan natalku. Kau tetap juru selamatku, meski mengidap HIV. Penyakit yang belum ada obatnya itu. Ya, kau tetap juru selamatku.
            Desember 2004 aku melihat dia menangis di suatu pagi yang mendung. Aku memeluknya dari belakang. Dia hanya berkata lirih “Maafkan aku”. “Kau tidak perlu minta maaf. Aku akan selalu mencintaimu. Keturunan bukanlah inti pernikahan.” Itulah jawabanku. Dia berbalik. Aku menatapnya. “Ayo hapus air mata itu.” kataku. Gadis Desemberku itu menurutiku. Dihapusnya titik air dipelupuk matanya. Dia tersenyum haru. “Kau menyelamatkanku.”  Itu kata terakhirnya.
            Desember, dia selalu merasa akulah yang telah menyelamatkannya. Juru selamatnya. Dan bukan dia, yang tanggal lahirnya sama dengan Sang Isa. Aku selalu merasa perih bila mengingat anggapannya itu. Bagaimana mungkin aku menjadi penyelamatnya. Jika aku adalah penyelamatnya, aku tidak akan membiarkan dia  kesurga sendirian. Aku tidak akan membiarkan penyakitnya itu menggerogoti dirinya sendiri. Jika aku adalah penyelamatnya, harusnya aku yang menjadi penggantinya menanggung beban itu.
            Desember.  Kau salah Desember. Sebenarnya kaulah yang menjadi penyelamatku. Kau yang mengajarkanku tentang iman dari alkitab yang selalu kau pegang saat kecil itu. Kau yang mengajarkanku untuk berharap. Dan percaya bahwa aku masih akan tetap melewatkan natal bersamamu. Juruselamatku. Kau tidak sadar  kepergianmu telah membuat natal natalku juga pergi. Kau tidak sadar kaulah penyelamatku. Ya, kaulah Juruselamat sebenarnya.
            Desember. Dia telah menambah melankolis bulan Desemberku. Tapi aku yakin dia masih memperhatikanku dari surga sana. Aku yakin dia pasti tidak mau melihatku kehilangan Desember lagi. Dia masih menjadi Juru selamatku. Juru selamat natal ku. Pagi tadi, ditanggal 25 Desember 2010. Seorang bayi perempuan sedang tersenyum kearahku dari  keranjang tidurnya tepat saat aku membuka pintu. Aku tahu senyum itu. Dia Desember. Desember yang baru.
Di penghujung pagi
Jumat, 9 Juni 2010
00:51