Senin, 26 Maret 2012

BBM Naik (tidak) Semua Orang Panik

    Jadi hari ini program berita diisi oleh kabar tentang banyaknya demonstrasi didaerah yang dilakukan oleh mahasiswa pun buruh terhadap kenaikan harga BBM. Saya sendiri ngeh dan pada akhirnya harus peduli karena membaca tweet salah satu teman SMA saya yang sedang ada di Medan yang menyebutkan bahwa di Medan sedang rusuh besar. Mahasiswa FISIP USU dan buruh demo. Kampus FISIP USU sepi. Kosong melompong. Keren sekali. Di FISIP UI, jangan pernah berharap begitu. Bukannya tidak peduli, tapi para mahasiswa FISIP UI ini sepertinya malas saja ikut berdemonstrasi, termasuk saya. Mungkin karena terlena pada layanan wifi kampus yang cukup kencang dan jelas lebih menarik daripada demonstrasi. meskipun salah satu cita cita saya ya minimal pas jadi mahasiswa harus pernah ikut demonstrasi. Sayangnya sejauh ini belum pernah. Entah harus malu atau bangga, karena seperti yang sudah saya bilang tadi saya juga bukan orang yang suka demonstrasi . Dan seperti banyak kata yang beberapa orang yang malas turun berdemonstrasi perihal kenaikan harga BBM ini, daripada demo nggak jelas, mending bikin paper tentang krisis energi dan solusinya. Hmmm..benar juga sih. But man...paper? ngerjain paper kuliah aja kadang malas banget. 

    Baiklah balik lagi, sebenarnya kalo dipikir-pikir masalah kenaikan harga BBM ini bukan masalah yang terbilang baru, udah sering kali bahkan. Dan masyarakat di daerah, dikampun halaman saya Pematangsiantar misalnya, harga BBM 7-8 ribu per liter mah sudah biasa. Tapi kenapa sekarang makin ramai hingga para petinggi pemerintah daerah diminta membuat petisi menegnai ketidaksetujuan terhadap kenaikan harga BBM? Pasti jawabannya karena makin banyak orang yang punya kendaraan khususnya sepeda motor. Kenapa semakin banyak? tentu karena kredit motor yang murah (dan hal itu baru disadari pemerintah yang baru membuat kebijakan untuk nggak lagi mengijinkan pemberikan kredit dengan DP yang sangat murah dan bunga rendah). Jadi kesimpulan sederhana yang dapat saya ambil mengenai alasan maraknya demo ini adalah karena rakyat yang sedang tidak punya duit. Setuju tidak? Saya yakin setuju. Buktinya mana ada orang kaya yang turun ikut demonstrasi perihal kenaikan BBM. Orang kaya mah  santai aja -baru panik ketika mereka mulai jatuh miskin-. Lihat aja, yang demo itu buruh dan mahasiwa. Buruh, kalau dipikir-pikir berapa sih gaji buruh? Buruh saja masih sering demo minta dan melakukan mogok kerja untuk minta kenaikan gaji. 

    Selanjutnya siapa yang demo? Mahasiswa? Iya mahasiswa. Dan perlu lebih lebih dijelaskan lagi mahasiswa mana yang yang ikut demo, biasanya sih mahasiswa yang berasal dari Fakultas Ilmu Sosial, Politik, dan budaya. Itu pun mungkin sebagai bentuk tanggung jawab moral sebagai mahasiswa fakultas ilmu sosial. Mungkin juga karena banyak mahasiswa fakultas ilmu sosial ini yang uang jajannya tak naik tapi punya kendaraan yang harus tetap dipakai. Beda dengan mahasiswa FE. Mahasiwa Fakultas Ekonomi? Berani taruhan dan bukan menyepelekan, jarang anak FE ikut demo- sama kayak anak komunikasi  UI ups. - Kenapa? Karena percaya nggak percaya Fakultas Ekonomi biasanya adalah fakulta spaling kaya di kampus manapun. Biasanya loh.. umumnya iya, nggak tertutup kemungkinan ada sample error.Dan fakultas lain tidak saya masukkan disini karena tidak terlalu relevan dalam perdebatan ini.

    Jadi, jelaslah hal mendasar apa yang kita temukan disini. bahwa sebagian besar masyarakat kira sedang panik, karena pendapatan yang tak kunjung naik, tapi naiknya kebutuhan yang harus dipenuhi karena kenaikan BBM akan mempengaruhi kenaikan harga segala barang di negeri ini. Dan jika pemenuhan kebutuhan energi kendaraan menjadi alasan dibalik kepanikan ini, mungkin sudah seharusnya kita semua balik lagi menggunakan transportasi umum -yang tentunya punya permasalahannya sendiri- karena saya sendiri benci dengan sepeda motor yang menurut saya jumlahnya kebanyakan dan yang turut membuat jalanan semakin macet. Mungkin seloroh bahwa kenaikan harga BBM ini adalah solusi pemerintah untuk mengatasi kemacetan bisa jadi guyon yang dapat diterima. :)). Atau mungkin saja karena liputan media yang membuatnya berlebihan sehingga banyak orang tersulut untuk ikut-ikutan berdemonstrasi.

    Begitulah, saya juga hanya menyampaikan apa yang dipikiran saya, bukan untuk mengkritik pun memberi solusi. Saya menulis hanya untuk terapi pikiran. Dan apabila tulisan ini juga terdengar mengkiritik saya sih cuma mengingat salah satu tweet dari @SudjiwoTejo bahwa mengkritik itu hak semua orang, memberi solusi itu urusan praktisi. Dan sayangnya saya bukan -atau belum jadi- praktisi.

Tetap Semangat 
Kepada kalian para demonstran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar